Kisah Mangku Muhamad Nikahi Gadis Rimba Melahirkan Banyak Pemimpin
Orik.or.id || Dulu, Di masa jaman Kewedanan, Pesirah dan Rio, Ada seorang sosok yang bernama Muhammad Tahir pada saat itu menjabat sebagai Mangku di Kepesirahan Jalil yang berada di desa Lubuk Kepayang, Kec. Air Hitam, Kab. Sarolangun, Jambi.
Jabatan Mangku saat itu adalah unsur kepemimpinan dalam sebuah kampung/dusun yang kalau disejajarkan dengan sistem pemerintahan sekarang katakanlah sekretaris desa.
Karena jabatannya sebagai mangku itulah Muhammad Tahir kemudian lebih akrab di panggil masyarakat dengan sebutan Mangku Muhammad.
Dalam penyerbuan Belanda ke kampung-kampung di Air Hitam, Sarolangun, Mangku Muhammad berhasil menyelamatkan diri dengan cara menyelam ke sungai Air Hitam lalu menyusur mudik ke Dusun Aur Duri (Desa Baru, Kec. Air hitam saat ini) hingga ke Muaro Sungai Punti Kayu (Desa Bukit Suban, SPI, Kec. Air Hitam saat ini) dan Belanda waktu itu menyangka Mangku Muhamad tewas karena sudah menembaknya sekalipun ia di dalam air.
Menyelam dari Lubuk Kepayang ke Bukit Suban adalah jarak yang sangat jauh karena melewati Desa Baru, Desa Semurung, Jernih, Lubuk Jering dan Desa Pemantang Kabau - sekitar 30 kilometer.
Kenapa ia mampu menyelam secepat dan sehebat itu? karena Mangku Muhammad memiliki ilmu yang disebut ilmu Selisik Air.
Sebelum tiba ke Muaro Punti Kayu di SPI desa Bukit Suban ia sempat mampir di kebunnya yang berada di dusun aur duri untuk mengambil perlengkapan dan beberapa lembar kain sebagai bekal.
Tempat beliau mampir mengambil kain dan perlengkapan inilah yang sampai sekarang dikenal masyarakat (desa dan orang rimba) dengan sebutan daerah ujung mampir (sekarang sudah jadi areal perusahaan).
Setibanya di Muaro Punti Kayu di Bukit Suban ia naik ke darat lalu menyusuri tempat yang disebut tanah teperuang (tanoh blorung) kemudian ke hulu sungai Makekal lalu menuju ke Sungai Kejasung Besar.
Setiba di Kejasung Besar dia bertemu dengan Datuk Berencam yang digelar Orang Rimba pada saat itu dengan sebutan Tumenggung Kayo (asli orang rimba) dari serengam yang menikah dan menetap di Kejasung Besar.
Disinilah ihwal perikatan antara Mangku Muhamad dengan orang rimba bermula.
Setelah memperkenalkan diri dan cerita tentang situasi diluar/dusun mangku minta izin tinggal di rimba dan membuat pondok dibagian hilir dari huma (ladang) tumenggung yang berjarak sekitar satu kilometer.
Pada suatu hari, Dia mendengar suara orang menebang kayu menggunakan beliung yang mana pada waktu itu Tumenggung sedang berhuma padi.
Hari itu ia membersihkan pohon yang tumbuh disekitar sebuah kedundung (kedundung adalah salah satu jenis pohon sialang/pohon madu yang sangat beharga bagi orang rimba/orang kampung).
Beranjak siang tampak seorang gadis (anak tumenggung) menghantarkan makanan berupa bubur yang dibuat dari ubi pilo (ubi rambat) yang direbus dengan air tebu untuk diberikan kepada sang ayah yang sedang bekerja.
Anak gadis yang menghantar makanan ini rupanya cantik dan elok, berambut panjang sampai ke tumit, selanjutnya menyeletuklah mangku kepada tumenggung.
“ Wai, elok kedundung kamu ko kepengen awak nak bersihkan jugo” seluko dan sindir mangku pada tumenggung.
Dan di jawab oleh tumenggung, “ memang elok kedundung iko, cuma masalahnyo bebeda kedundung di rimbo dengan kedundung yang di dusun,” Singkat cerita, Mereka kemudian begotong royong membersihkan lokasi di sekitar kedundung tersebut.
Hari beranjak sore mereka sepakat untuk pulang ke pondoknya masing-masing.
Mangku Muhamad dikenal orang yang banyak pegangan (ilmu batin) setibanya di pondok dia langsung membuat syarat di petang tersebut.
Anak Tumenggung yang gadis tadi saat mandi ke sungai (tiba-tiba) langsung menuju kearah hilir hingga bertemulah dia dengan Mangku Muhammad dan disembunyikan oleh sang mangku di dalam pondok.
Waktu mengamankan diri ke rimba Mangku ada membawa sebuah keris dan beberapa lembar kain yang salah satunya kain putih.
Sementara di kediaman Tumenggung orang mulai heboh (waktu itu) tumenggung lupa bahwa dibagian hilir ladangnya itu ada pondok mangku muhammad.
Tumenggung pun kemudian menggunakan ilmu batinnya yang disebut ilmu Akuan Rimau.
Dia menggunakan ilmu itu untuk mencari tau, singkat cerita diberitahulah sama akuannya bahwa sang anak dalam keadaan sehat dan berada di pondok Mangku Muhammad.
Tumenggung Kayo dikenal masyarakatnya adalah sosok yang sangat bijak dan istilah kayo yang melekat pada beliau bukan berarti dia kaya harta tapi karena sikap bijaknya dia banyak disenangi rakyat (kaya hati).
Selanjutnya Tumenggung memberitahu kepada rakyat supaya tak usah gaduh (ribut) sebab anaknya masih ada dan kondisinya baik-baik saja.
Tumenngung lalu mendatangi pondok Mangku dan setibanya di pondok tersebut Mangku sudah mempersiapkan keris dan kain putih yang ia bawa dari kampung sembari berkata;
“ Wahai Tumenggung, ini ado keris dan kain putih, kalo nak minum darah - ini dio kerisnyo - bunuhlah aku. Ini ado kain putih - kapanilah aku - anak Tumenggung ado samo aku,” ujarnya, yang dilanjut penyerahan keris dan kain kepada sang Tumenggung.
Kasus berujung ke pekaro adat yang mana pada waktu itu Mangku dikenakan denda adat 30 keping kain dan dia siap untuk membayarnya.
Lalu ada perjanjian antar mereka kalau mau nikah harus siap dengan setahun di rimbo setahun di dusun karena ini sama dengan rumah behalaman duo.
Syarat dan perjanjian disanggupi oleh Mangku sehingga menikahlah mereka dan dari perkawinan tersebut lahirlah12 anak yang kemudian keturunannya diketahui banyak menjadi pemimpin atau beberapa tumenggung dan penghulu adat hingga dengan sekarang baik itu di daerah kejasung dan air hitam maupun ke daerah makekal.
Ke 12 orang anak tersebut yakni Bepak Nitir (Depati nitir), Bepak Nyabar (Rombongnya Wakil Tuha di Makekal Hilir), Bepak Besirung (Mertuo Pengimbau, Merendu, Nutup, di Makekal dan Air Behan), Gaek Lung (Di Makekal Rombong Ngadap) Iluk Nedo (Perempuan di Makekal juga) Gemembak (Tumenggung Pimpin di Kejasung dan Air Hitam), Induk Maligai (di Makekal) Induk nginga (di Makekal juga), Induk Setapak, Bepak Besimpan, Bepak Ngalus, Bepak Jelitai (Tengganai Netar di Kejasung Besar) dan ada seorang lagi perempuan yang meninggal sewaktu masih gadis.
Mangku Muhammad meninggal di dalam rimba hingga akhirnya anak dan cucunya kemudian memilih tetap di rimba hingga dengan sekarang.
Hubungan keturunan dengan saudara di dusun terbilang cukup baik contohnya ketika musim buah mereka masih saling berbagi.
Saudara kandung Mangku Muhammad yang ada di di dusun dikenal dengan sebutan Datuk Dehadi, Datuk Buntak, Datuk Gani atau Penghulu Gani, Tokoh Masyarakat Air Hitam, Sarolangun, yang keturunannya juga menjadi tokoh yang dikenal saat ini dengan nama Evi Suherman. [orik]
Sumber foto dan artikel : Sialang.id
Posting Komentar
Posting Komentar